Nama Orang Yang Diabadikan Alasannya Yaitu Kontroversial Dan Tabu
Menggunakan nama unik seseorang untuk menamai sesuatu yang gres ditemukan yaitu hal yang lumrah dilakukan. Sebagai contoh, Benua Amerika memperoleh nama demikian alasannya yaitu benua yang bersangkutan mendapatkan namanya dari penjelajah Amerigo Vespucci. Sementara kota Aleksandria di Mesir mendapatkan namanya dari Aleksander Agung.
Namun tidak jarang nama seseorang justru diabadikan untuk hal-hal yang mempunyai konotasi negatif. Berikut ini yaitu orang-orang yang nasibnya kurang beruntung alasannya yaitu namanya dipakai untuk menyebut hal-hal yang dipandang tabu dan kontroversial bagi publik.
Henry Shrapnel
Dalam kosakata bahasa Inggris, kata “shrapnel” dipakai untuk menyebutkan serpihan dan benda kecil yang berasal dari pecahan bom, peluru, atau peluru mortir. Sahabat anehdidunia.com walaupun ukurannya kecil, shrapnel amatlah berbahaya jikalau hingga mengenai insan alasannya yaitu shrapnel seringkali mempunyai jangkauan yang amat jauh dibandingkan radius ledakan benda aslinya.
Ukuran shrapnel yang kecil juga menimbulkan orang-orang yang kebetulan berada di lokasi ledakan kesulitan melihat shrapnel yang mengarah kepada mereka. Akibatnya, mereka tidak sempat menghindar ketika shrapnel mengenai bagian-bagian badan mereka yang vital semisal kepala.
Tapi tahukah anda kalau shrapnel ternyata berasal dari nama seseorang yang benar-benar pernah hidup di masa lampau? Orang tersebut yaitu Henry Shrapnel, seorang perwira militer Inggris yang pernah hidup pada kurun ke-18. Ia pada awalnya mempunyai wangsit untuk menggunakan pecahan logam sebagai peluru meriam demi membuat korban sebanyak mungkin di pihak musuh.
Semuanya bermula ketika pada tahun 1784, Shrapnel yang gres berusia 23 tahun sedang bertugas di medan perang. Saat itu ia melihat rekan-rekan tentaranya sedang menembaki musuh dengan menggunakan pecahan logam dari serpihan bom mortit.
Shrapnel lalu berpikir bahwa jikalau pecahan-pecahan logam tersebut dikumpulkan dan digabungkan dengan bom, maka hasil ledakan dari bomnya akan jauh lebih mematikan alasannya yaitu pecahan logam tadi akan menyebar ke segala arah dan melukai siapapun yang ada di sekitarnya. Atas penemuannya tersebut, pemerintah Inggris mengatakan pemberian seumur hidup kepada Shrapnel.
Dalam perkembangannya, istilah “shrapnel” tidak lagi sekedar dipakai untuk menyebut pecahan logam yang berasal dari bom mortir, tetapi untuk segala macam serpihan logam yang terbentuk dari ledakan bom dan hantaman peluru.
William Lynch
Di Indonesia, kita mengenal istilah “main hakim sendiri” untuk menyebut segerombolan orang yang mengeroyok orang lain hingga babak belur atau bahkan tewas alasannya yaitu orang yang dikeroyok dianggap gres saja melaksanakan tindak kejahatan. Kalau di negara-negara berbahasa Inggris, praktik serupa dikenal dengan istilah “lynch”.
Kata “lynch” di masa sekarang mempunyai konotasi menjurus SARA alasannya yaitu praktik ini di masa lampau kerap dipakai untuk menyebut gerombolan orang kulit putih yang mengeroyok orang kulit hitam. Namun pada awalnya, kata “lynch” dipakai untuk menyebut segala macam tindakan main hakim sendiri.
Kata “lynch” sendiri diketahui berasal dari nama William Lynch. Pada awalnya, ia mencetuskan wangsit untuk melaksanakan agresi main hakim sendiri alasannya yaitu kota yang ditinggalinya berada di daerah yang terpencil dan sulit dijangkau oleh pegawapemerintah pemerintah. Maka, Lynch dan para pengikutnya pun lalu memutuskan untuk menegakkan aturan dengan cara mereka sendiri.
Aksi main hakim sendiri yang dilakukan oleh Lynch dan para pengikutnya begitu melegenda alasannya yaitu metode yang mereka gunakan begitu brutal dan tidak manusiawi. Saat seseorang sudah dianggap sebagai pelanggar aturan oleh Lynch, orang tersebut akan disiksa atau diikat hingga tewas. Tanpa peduli apakah orang tersebut benar-benar terbukti melaksanakan pelanggaran aturan atau tidak.
Joseph Ignace Guillotin
Jika diminta menyebutkan alat sanksi mati yang tidak menggunakan senjata api, maka guillotin yaitu nama yang bakal eksklusif muncul di pikiran banyak orang. Guillotin yaitu sejenis pisau raksasa yang dipakai untuk memenggal terpidana sanksi mati. Alat pembunuh legendaris ini berasal dari masa Revolusi Perancis.
Saat seseorang akan dieksekusi mati, kepingan pisau guillotin akan ditarik ke atas menggunakan tali. Ketika orang tersebut sudah berada sempurna di bawah pisau, tali yang menahan pisau akan dilepaskan sehingga leher orang tersebut terpotong akhir terkena hujaman pisau.
Nama guillotin sendiri berasal dari nama seseorang yang berjulukan Joseph-Ignace Guillotin. Cukup mengejutkan untuk mengetahui bahwa Guillotin aslinya yaitu sosok yang menentang sanksi mati. Karena ia gagal meyakinkan pemerintah Perancis untuk mencabut sanksi mati, ia pun memperlihatkan wangsit melaksanakan sanksi mati menggunakan guillotin alasannya yaitu alat ini sanggup membunuh korbannya dengan cepat dan hampir tanpa rasa sakit.
Alat guillotin sendiri aslinya bukanlah hasil ciptaan Guillotin, melainkan hasil ciptaan dokter Perancis dan pengrajin Jerman yang oke untuk berbagi alat guillotin selama nama mereka tidak dikaitkan dengan benda ini. Karena yang mempunyai wangsit sanksi mati menggunakan alat ini yaitu Guillotin, namanya pun lalu dicatut oleh pemerintah Perancis untuk menamai alat yang bersangkutan.
Sejak guillotin dipakai sebagai alat sanksi mati pada selesai kurun ke-18, sudah begitu banyak orang yang kehilangan nyawanya akhir dieksekusi menggunakan alat ini. Nama guillotin pun semenjak itu menjadi identik dengan hal-hal yang bertema kematian. Maka, keluarga Guillotin pun menuntut pemerintah Perancis biar tidak lagi menggunakan nama guillotin untuk alat bersangkutan, namun seruan mereka ditolak.
Nicolas Chauvin
Nasionalisme normalnya dipandang sebagai hal yang positif, namun tidak demikian halnya dengan chauvinisme alias nasionalisme buta. Pasalnya dalam chauvinisme, hal-hal ibarat diskriminasi dan penjajahan atas wilayah milik negara lain dianggap sebagai hal yang tidak salah selama tujuannya yaitu untuk kepentingan negaranya sendiri.
Kata “chauvinisme” sendiri diketahui berasal dari Nicolas Chauvin, seorang perwira militer Perancis pengikut Napoleon Bonaparte yang begitu populer akan kesetiaannya. Demi memperjuangkan ambisi Napoleon menaklukkan seluruh Eropa, Chauvin bersedia menempatkan dirinya dalam aneka pertempuran berbahaya. Ia juga tetap setia mendampingi Napoleon ketika Perancis sedang mengalami masa-masa suram.
Namun layaknya ungkapan “sejarah ditulis oleh pemenang”, kesetiaan luar biasa Chauvin pada gilirannya membuat ia dipandang layaknya seorang fanatik buta oleh negara-negara musuh Perancis. Ketika Napoleon berhasil ditangkap dan diasingkan ke luar Perancis, nama Chauvin lalu diadopsi untuk menyebut mereka yang mempunyai pandangan nasionalisme berlebihan. Di luar konteks nasionalisme, chauvinisme juga dipakai untuk mereka yang memandang wanita sebagai golongan yang lebih rendah kedudukannya.
Marquis de Sade dan Leopold von Sacher-Masoch
Dalam kajian seks, sadomasochisme (biasa disingkat sebagai SM) yaitu istilah yang dipakai untuk menyebut sikap seks yang tidak wajar. SM sendiri merupakan campuran dari 2 kata, yaitu sadisme / sado dan masochisme.
Jika sadisme yaitu sebutan untuk mereka yang gemar melaksanakan kekerasan pada pasangannya ketika melaksanakan hubungan seks, maka masochisme yaitu sebutan untuk mereka yang gemar mendapatkan perlakuan berangasan dalam hubungan seks.
Istilah SM sendiri bermula ketika pada tahun 1883, Richard von Krafft-Ebing sedang mencari istilah gres untuk menyebut penyimpangan seks yang sedang ditelitinya. Maka, ia pun menyebut penyimpangan seks yang pertama sebagai sadisme, di mana nama tersebut diambil dari novelis Marquis de Sade.
De Sade sudah meninggal ketika namanya dicatut oleh Ebing. Saat de Sade masih hidup, ia sempat dipenjara selama puluhan tahun alasannya yaitu menerbitkan novel-novel yang mengandung unsur kontroversial ibarat pembunuhan, pedofilia, seks dengan hewan, hingga seks dengan mayat.
Istilah masochisme di lain pihak diambil dari nama Leopold von Sacher-Masoch, seorang novelis yang pada tahun 1870 sempat merilis novel bertema kekerasan seksual yang berjudul Venus in Furs. Tidak ibarat de Sade yang sudah meninggal ketika namanya dicatut untuk menyebut kasus penyimpangan seksual, Masoch masih hidup ketika namanya dipakai oleh Ebing untuk menyebut penyimpangan seks yang sedang ditelitinya.
referensi:
https://listverse.com/2016/07/20/10-people-immortalized-for-terrible-reasons/